Pemerintah didesak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Ujian Nasional (UN) harus ditinjau ulang hingga kualitas pendidikan merata dari Sabang sampai Merauke. Putusan MA telah diketok palu sejak 2 tahun lalu. Namun pemerintah tetap melaksanakan UN tahun ini.
“Bahwa pemerintah telah melakukan pembangkangan hukum yakni tidak mematuhi isi putusan pengadilan. Isi putusan itu telah menolak kasasi yang diajukan tergugat. Di PT menguatkan isi PN. Yang harus dilakukan adalah mematuhi putusan pengadilan negeri Jakpus,” kata Edi Gurning, salah satu aktivis ‘Aliansi Kobar’ dari LBH Jakarta saat meluncurkan Posko Pengaduan Ujian Nasional (UN) di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Selasa (12/4/2011).
Para penolak UN mengutip putusan PN Jakpus bernomor 228/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst, yang diketok 4 tahun lalu. Pengadilan memerintahkan kepada tergugat (pemerintah) meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap diseluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN lebih lanjut.
Para tergugat (Presiden, Wapres, Mendiknas dan Badan Standar Nasional) telah lalai memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap warga negaranya yang menjadi korban UN.
“Yang diberi perintah itu Presiden, Wapres, Mendiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan. Kalau belum meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan akses informasi yang lengkap, jangan dulu ada UN. Sangat tidak masuk akal, pendidikan di Papua diukur dengan alat ukur yang sama dengan pendidikan Jakarta,” jelas Gurning.
Gurning mengatakan, bila pemerintah tetap tidak melaksanakan UN 2011, para aktivis akan mendatangi PN Jakarta Pusat. Mereka akan meminta PN Jakpus mengeksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Kamis lusa kami akan meminta PN Jakpus segera mengeksekusi,” tandas Gurning yang diamini oleh berbagai elemen penolak UN seperti Muhammadiyah, LBH Jakarta, PMII, dan Ikatan Guru Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar